Senin, 15 Oktober 2007

[Fanfiction HarPot] James' Bad Day

Untuk Reza, sahabatku tersayang. Yang berulang tahun di bulan Oktober ini. Semoga Panjang Umur!!! Thanks banget untuk hari-hari menyenangkan di Smansa. Kapan Mitokondria ngumpul lagi?? ^_^

JAMES’ BAD DAY

James Potter berguling di tempat tidurnya. Hari itu dia merasa sangat lelah, karena dua malam sebelumnya adalah salah satu malam dimana dia dan ketiga sahabatnya berpetualang di bawah sinar bulan purnama. Dan karena hari itu adalah akhir pekan, apa salahnya bangun agak lebih siang.

James membuka matanya sedikit. Sinar matahari pagi yang cerah masuk melalui jendela di sebelah tempat tidurnya. James menendang selimutnya jauh-jauh, menggeliat bangun dan menguap lebar-lebar.

Segalanya tampak buram, James mengambil kacamatanya di meja dan memakainya.

Sepi sekali sih, apa Sirius dan yang lainnya belum bangun? James bertanya-tanya dalam hati. Diliriknya tempat tidur di sebelah tempat tidurnya. Dia heran sekali mendapati tempat tidur Sirius Black, yang adalah sobat kentalnya itu kosong dan sudah rapi, begitu juga dengan tempat tidur Remus Lupin dan Peter Pettigrew, dua sahabatnya yang lain

“Mereka kemana sih? Kenapa tidak membangunkanku?” gerutu James sambil menggosok-gosok matanya. Dia beranjak dari tempat tidurnya untuk cuci muka dan ganti baju.

Beberapa menit kemudian James turun ke ruang rekreasi. Sirius dan yang lain juga tidak ada di sana. Ruang rekreasi nyaris kosong, hanya ada dua orang anak perempuan kelas satu yang sedang duduk-duduk mengobrol di kursi berlengan yang biasa didudukinya bersama ketiga sahabatnya. Dua anak itu menoleh ketika James turun. Salah satu anak berbisik pada temannya, dan mereka berdua membelalak pada James. Mereka kenapa sih?

Tapi James tidak punya waktu untuk menghiraukan tingkah aneh kedua anak itu, dia langsung berjalan menuju lubang lukisan. Mungkin Sirius, Remus dan Peter sudah turun sarapan duluan tanpa mengajaknya, pikirnya kesal.

Dia keliru, baik Sirius, Remus dan Peter tidak ada di meja Gryffindor di Aula Besar. James mulai merasa jengkel sekarang, tidak biasanya mereka seperti ini, menghilang seperti ditelan bumi. Terpaksa dia sarapan sendirian kali itu.

Entah hanya perasaannya atau bukan, semua mata anak di meja Gryffindor seperti menatap ke arahnya. Dan mereka buru-buru berpaling untuk mengobrol ketika James menoleh ke arah mereka.

“Hai, kau lihat Sirius?” tanya James pada seorang anak perempuan yang seangkatan dengannya. Gadis itu tidak menjawab, melainkan hanya melempar pandang dingin dan mengedikkan bahu sebelum berpaling lagi pada temannya.

James menanyai beberapa anak lagi, dan dia mendapatkan tanggapan yang sama dari mereka, tatapan sinis dan tak seorang pun dari mereka mau menjawab. Jawaban paling ramah yang didapatkannya hanya bahu yang terangkat.

Kemana sebenarnya Sirius, Remus dan Peter? Dan apa yang terjadi pada anak-anak Gryffindor?

James berpikir kalau dia akan mencari ketiga sahabatnya lewat peta perampok, namun kemudian dia ingat kalau peta itu ada pada Sirius. James menggigit roti panggangnya tanpa semangat, mengira-ngira kemana mereka pergi. Mengapa mereka pergi begitu saja tanpanya? Apa dia telah melakukan sesuatu yang salah? Apa Sirius lupa mengajaknya? Ah, tidak mungkin. Sirius selalu memberitahu James terlebih dahulu setiap dia punya rencana, apa pun itu, termasuk kalau dia ingin ke kamar kecil.

Akhirnya James menemukan salah satu sahabatnya, Remus, ketika dia kembali ke ruang rekreasi Gryffindor. Remus sedang duduk di salah satu kursi berlengan di sudut ruangan, membaca buku. Tapi dia sendirian saja, tanpa Sirius maupun Peter.

“Hai,” sapa James. Remus mengangkat wajah dari bukunya dan tersenyum singkat pada James sebelum kembali menunduk, melanjutkan membaca.

“Sendirian saja? Kemana Sirius dan Peter?” James menanyainya setelah mendudukan diri di kursi sebelah Remus.

“Tidak tahu, dari tadi aku sendirian saja,” jawab Remus tanpa mengangkat wajah dari bukunya.

“Kau dari mana saja sih?” James menanyainya.

“Perpustakaan,” sahut Remus singkat.

“Sepagi ini?” James mendengus. Remus mengangkat bahu. Remus memang yang paling rajin di antara mereka berempat. James tak akan heran kalau menemukannya sedang mengerjakan PR pagi-pagi buta. “Kau tahu, aku merasa aneh sekali hari ini. Sirius dan Peter menghilang entah kemana dan semua anak Gryffindor bersikap aneh.”

“Hanya perasaanmu saja kali,” ujar Remus pelan, masih menekuni bukunya. ”Mereka biasa saja.”

“Yeah, mungkin saja. Tapi tetap saja aku merasa sedikit aneh. Kalau kau melihat cara mereka memandangku, kau akan menyangka kalau aku sudah melakukan kesalahan yang menyebabkan nyawa seseorang melayang!” sergah James.

“Masa sih?” Remus masih belum mengangkat wajahnya. James mulai jengkel melihat sahabatnya itu tenang-tenang saja sementara dia uring-uringan.

“Menurutmu kenapa?” James menaikkan nada suaranya. Remus menoleh memandangnya, ekspresinya sedikit terkejut.

“Sudahlah Prongs. Sudah kubilang tadi kan, itu hanya perasaanmu saja, oke,” ujarnya menenangkan.

“Kemana Padfoot?” tukas James.

Remus menghela napas sambil menutup bukunya dan beranjak dari kursinya, “Aku tak tahu. Sebaiknya kita mengerjakan PR kita saja sekarang, sembari menunggu Sirius dan Peter.”

“Ya, kau benar. Kerjakan PR.” James teringat PR-PRnya yang sudah menggunung mencemaskan.

Dia mengikuti Remus naik ke kamar anak laki-laki untuk mengambil perkamen dan buku-buku mereka. Mereka menggelar PR mereka di meja depan perapian. James sudah hampir selesai mengerjakan esay Transfigurasinya ketika Sirius dan Peter muncul dari lubang lukisan. Sirius menggendong tas yang kelihatannya berat dan penuh dengan barang, begitu juga Peter.

“Hei, Sirius!” panggil James. Namun Sirius seperti tidak mendengarnya dan terus saja berjalan menuju kamar anak laki-laki diikuti Peter. James melempar pena bulunya dan menyusul Sirius naik ke kamar.

Sirius melempar tasnya ke tempat tidurnya dan memijat-mijat bahunya. Peter mengikuti jejaknya, meletakkan tasnya ke tempat tidurnya juga, tapi dengan lebih hati-hati. Mereka menoleh ketika James masuk.

"Dari mana saja kau?” tanya James ketus.

Sirius tidak menjawab. Pemuda itu menghempaskan diri ke tempat tidur di sebelah tasnya dan menyibak rambut hitamnya yang jatuh ke keningnya.

“Sirius?” James menuntut.

Sirius beberapa saat hanya memandangi James dengan sorot mata yang sama sekali berbeda dengan Sirius yang biasa, dingin, sinis. “Bukan urusanmu,” katanya lambat-lambat.

James benar-benar dibuat terkejut dengan jawaban Sirius. “Bukan urusanku? Kau ini kenapa sih? Sikapmu ini membuatku bingung.”

“Oh yeah?” ujar Sirius dingin. “Wormtail, apa kau juga bingung dengan sikapku?” dia menanyai Peter.

“Eh? Tidak, menurutku biasa saja,” jawab Peter pelan sambil menggaruk-garuk kepalanya, dengan sengaja menghindari tatapan James.

“Nah, Wormtail saja mengerti. Katanya kau pandai,” kata Sirius dengan seringai sinis, mirip seringai Snape.

“Tak ada hubungannya dengan kepandaian,” tukas James. “Sikapmu ini sangat aneh. Mulanya kau dan Peter tiba-tiba menghilang dan sekarang sikapmu jadi sinis padaku. Dan bukan hanya kau saja yang bersikap aneh, semua anak Gryffindor juga. Sebenarnya ada apa ini?”

Sirius mendengus tertawa, “Belum sadar juga rupanya.”

“Apa? Apa yang harus kusadari?” James mengernyit.

“Mereka semua membicarakanmu, kau tahu. Mereka semua marah karena kau sudah menyebabkan Gryffindor kehilangan banyak angka,” jelas Sirius.

“Bukan hanya aku sendiri,” sergah James. “Kau juga!”

“Sayangnya mereka semua marah padamu, bukan padaku,” kata Sirius lebih dingin.

“Dan sekarang kau ikut-ikutan bersikap bego seperti mereka, eh?”

Sirius tidak menjawab. Ekspresinya keras dan James bisa merasakan kemarahan yang dingin di mata sahabat karibnya itu. “Aku tak menyangka selama ini sudah bersahabat dengan orang bodoh,” Sirius berkata seraya bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan keluar, dengan sengaja menabrak keras bahu James.

“KALAU KAU MARAH PADAKU GARA-GARA REGULUS,” teriak James habis sabar.

Sirius yang sudah hampir mencapai pintu berbalik menghadapi James. “YA! AKU MARAH KARENA ITU!” dia balas berteriak.

“Kenapa—“ tapi sebelum James menyelesaikan kata-katanya, Sirius sudah menyela.

“DIA ITU ADIKKU, IDIOT! DAN KAU SEENAKNYA MEMANTRAINYA DI DEPANKU!” jerit Sirius.

“Tapi kemarin kau baik-baik saja,” kata James. Dia baru menyadari bahwa dari sekian banyak anak Slytherin yang pernah mereka kerjai, Sirius sama sekali tidak pernah menyentuh Regulus. Dan baru sehari yang lalu James memantrai adik Sirius itu karena anak itu berusaha menyerang kakaknya setelah bertengkar hebat di koridor lantai dua.

“Menurutmu bagaimana perasaanku waktu itu, eh? Aku tak tahu harus bagaimana. Di satu sisi kau adalah sahabatku yang paling baik, di sisi lain Regulus itu adikku. Kami tumbuh bersama-sama dari kecil. Semenyebalkan apapun dia, aku tetap masih punya rasa sayang terhadapnya!”

Tampang James seperti Sirius baru saja menampar wajahnya. “Tapi—tapi waktu itu dia hendak memantraimu dari belakang,” James mencoba meyakinkan. Kalau dia berharap Sirius bisa diyakinkan, dia salah besar.

“TETAP SAJA KAN? AKU TAK SUKA KAU MENGGUNAKAN TONGKAT BRENGSEK-MU PADA ADIKKU!” Sirius menyambar bagian depan jubah James, mencengkeramnya dengan mengancam. “Bagaimana menurutmu perasaanmu kalau aku memantrai Evans di depan hidungmu, eh?” desisnya dengan nada sedingin es.

“Ada apa ini?” Remus telah memasuki kamar. Dia memandangi Sirius dan James bergantian dengan keheranan, kemudian Peter, yang dari tadi membeku di tempat tidurnya. Remus dengan cepat mendekati kedua sahabatnya yang sedang bertengkar, memaksa Sirius melepaskan cengkeramannya pada James.

“Sirius, kuasai dirimu! James, apa yang terjadi sebenarnya di sini?” Remus memandang Sirius dan James bergantian, menanti jawaban sementara keduanya saling mendelik.

“Tanya dia,” kata James dingin.

Sirius menepis tangan Remus kasar dan berbalik pergi.

“Pete?” Remus berkata pada Peter. Dia mengangguk dan bergegas menyusul Sirius. Remus kembali berpaling pada James, “Prongs, ada apa sebenarnya?”

“Ini gara-gara kejadian di koridor lantai dua kemarin. Padahal aku berniat membelanya, tapi dia malah marah padaku,” James berkata dengan suara bergetar menahan marah.

“Sudahlah, sobat. Sirius sedang kalap, nanti juga—“

“Aku berniat membelanya, tapi dia malah marah padaku!” ulang James gusar. “SAHABAT MACAM APA ITU!” teriaknya. James menghenyakkan diri di tempat tidurnya, memekap wajah dengan tangannya. Dia tampak begitu terpukul.

Remus menghampiri James, ikut duduk di sampingnya. “Nanti juga kalian akan berbaikan lagi,” hibur Remus seraya menepuk bahu James pelan. Dia membiarkan James menenangkan diri dalam diam beberapa lama. Mau tidak mau dia terguncang juga melihat pertengkaran hebat kedua sahabatnya yang biasanya selalu akur itu. James dan Sirius tidak pernah bertengkar sebelumnya. Memang terkadang berbeda pendapat, tapi tak pernah sampai beradu teriak seperti itu.

“Yuk, kita selesaikan PR kita,” kata James lesu tiga puluh menit kemudian. Dia turun ke ruang rekreasi diikuti Remus dan menghabiskan waktu sepanjang pagi itu dengan mengerjakan PR-PR mereka. Namun James tampaknya tidak dapat berkonsentrasi pada pekerjaannya, dia berulang kali membanting pena bulunya ke meja dan mengacak rambutnya dengan frustasi lebih sering dari biasanya.

“Kau baik-baik saja, James?” tanya Remus cemas dari atas bukunya.

James menggeleng, “Aku baik-baik saja,” dia melepas kacamatanya dan mengusap matanya dengan tangan sebelum memakainya kembali. “Aku hanya sedikit pusing.”

Remus meletakkan bukunya lalu menatap James dengan ekspresi khawatir. “Apa sebaiknya kau ke rumah sakit saja?”

“Tidak, tidak. Aku tidak separah itu, Moony, jangan khawatir,” kata James cepat.

“Sebaiknya kita jalan-jalan sebentar. Cuaca cukup cerah di luar,” usul Remus, menutup bukunya.

“Yeah, kau benar, Moony,” kata James setuju seraya menjejalkan buku-buku dan perkamennya ke dalam tasnya. Remus membereskan bukunya juga.

Keadaan di luar tidak lebih baik dari di ruang rekreasi. Cuaca di luar memang sedang cerah dan sebagian besar anak-anak menghabiskan waktu mereka dengan bersantai di halaman dekat danau, bermain Frisbee, mengganggu cumi-cumi raksasa yang sedang berjemur atau hanya duduk-duduk sambil mengobrol atau membaca buku. Namun ketika James lewat, sebagian mereka terutama anak-anak Gryffindor langsung berbisik-bisik seru dan membeliak padanya. James berusaha tidak menghiraukan mereka, tapi lama-lama dia jengah juga mendengar desisan-desisan mencemooh dari segala arah. Apalagi saat seorang anak laki-laki kelas tujuh berteriak pada Remus.

“Oi, Remus. Kau kok mau-maunya berteman dengan biang onar seperti dia? Reputasimu sebagai prefek bisa hancur tahu!”

James gatal sekali ingin mencabut tongkat sihirnya dan mengutuk si cowok kurang ajar menjadi lobak tapi Remus menahannya. “Jangan hiraukan mereka,” katanya tenang.

“Ngomong sih gampang,” gerutu James, “Kau lihat cara mereka memandangku? Aku ingin tahu apa yang mereka bicarakan tentangku.” Dia bertanya-tanya dalam hati kemana perginya Sirius dan Peter, karena dia baru menyadari kalau mereka tidak terlihat dimana pun.

“Makan siang dulu yuk, aku lapar sekali,” kata Remus tepat ketika tiba-tiba si cumi-cumi raksasa mengangkat salah satu tentakelnya yang besar dan membantingnya ke air, mengguyur anak-anak yang sedang berada di tepi danau dengan air dingin.

“Oke,” teriak James mengatasi jeritan dan gelak tawa anak-anak. Kalau suasana hatinya sedang baik, James pasti menganggap ulah si cumi-cumi raksasa sangat lucu. Tapi sekarang dia terlalu dongkol untuk tertawa. Sementara itu Remus terkekeh melihat anak-anak yang basah kuyup berlarian menjauhi danau, takut kalau-kalau si monster membanting tentakelnya lagi.

Bahkan suasa hati James tidak bertambah baik ketika melihat Lily Evans sedang makan siang di ujung meja Gryffindor di Aula Besar bersama teman-temannya. Seperti halnya anak-anak Gryffindor lain, gadis-gadis itu melempar pandang dingin padanya.

“Mereka semua aneh,” desah James seraya menusuk-nusuk pai dagingnya dengan garpu.

“Aneh apanya sih?” tanya Remus.

“Oh, kau jangan pura-pura tidak tahu begitu deh,” tukas James sebal.

“Sori, er—Yeah, aku bisa lihat…” ujar Remus sambil menuang jus labu ke dua piala. Entah James hanya membayangkannya saja atau Remus tampak agak gelisah.

“Kau kenapa sih?” James menanyainya.

“Tidak kenapa-kanapa,” jawab Remus cepat. Wajahnya yang pucat merona.

James menghela napas, “Kau tahu kan, semua orang tampaknya marah padaku, bahkan Sirius juga. Biasanya mereka tidak terlalu keberatan kalau aku melakukan sedikit kenakalan,” James sudah meletakkan garpunya dan sekarang membuat potongan painya menari-nari di depannya dengan tongkat sihirnya.

“Nanti juga mereka akan baik lagi,” kata Remus. Matanya mengawasi pai James yang sekarang melakukan gerakan jungkir balik di udara.

“Dari tadi bicaramu seperti itu,” sahut James lesu. “Apa tidak ada kata-kata lain?”

“Sori,” kata Remus, nyengir. Dia kembali menekuni makan siangnya.

“Jangan minta maaf padaku, Moony. Kau membuatku merasa tidak enak,” James berkata, masih dengan nada yang sama, pelan, tanpa semangat sama sekali. Dia menghela napas, “Hanya kau yang mau bicara padaku sekarang, seharusnya aku berterimakasih padamu. Kau benar-benar orang baik, terimakasih, sobat.”

“Jangan ngomong begitu ah,” Remus berkata, agak malu. “Aku tidak sebaik itu. Justru aku yang seharusnya berterimakasih, karena kau mau berteman denganku meski kau tau kalau aku—monster mengerikan,” dia menambahkan dalam bisikan.

James menatap Remus sejenak, kemudian tersenyum. “Yeah, kau monster yang baik. Aku tidak tau bagaimana jadinya kalau tidak ada kau, Moony. Mungkin aku sudah melakukan sesuatu yang gila saking frustasinya.”

Remus tidak menanggapi, tampak bingung. Dia menegak jus labunya banyak-banyak sebelum berkata, “Berhentilah bermain-main dengan makananmu, Prongs.”

“Sori,” James menurunkan painya ke piringnya dan mulai makan.

“Aku ingin ke belakang sebentar,” Remus beranjak dari duduknya.

“Oh, jadi dari tadi kau gelisah gara-gara ingin ke belakang ya?” goda James, nyengir lebar. Remus hanya meringis seperti orang sakit gigi dan pergi meninggalkan James seorang diri bersama anak-anak yang tidak ramah.

Dua puluh menit kemudian Remus kembali.

“Lama sekali sih. Kau ngapain saja?” protes James.

“Melakukan yang semua orang lakukan kalau sedang ke belakang,” sahutnya seraya duduk di kursi sebelah James. “Sekarang kau mau kemana?”

“Menyelinap ke Hogsmeade?” usul James. “Hanya bercanda, Remus,” dia menambahkan setelah Remus memberinya tatapan tidak setuju.

“Mau ke perpus?” tanya Remus.

“Tidak,” jawab James tegas. Dia merasa tidak akan tahan kalau disodori buku di situasi seperti ini. Dia bukan tipe orang yang akan terhibur hanya dengan membaca buku. Apa lagi kalau melihat tampang galak Madam Pince yang seperti burung nasar superbesar, bisa-bisa dia tambah stress. “Ke mana saja deh, asal jangan ke perpus.”

Akhirnya sekali lagi mereka barjalan-jalan keliling kastil tak tentu arah sampai James merasa sangat bosan. Kalau saja dia dan Sirius tidak sedang bertengkar, pasti sangat menyenangkan. Sirius selalu punya ide-ide gila di saat-saat paling membosankan sekalipun. Tapi memikirkan Sirius membuat hatinya terasa pedih.

“Hei, Remus,” sapa seseorang di belakang mereka saat mereka berada di koridor Transfigurasi. Keduanya menoleh, ternyata Lily Evans. Gadis itu berlari kecil menghampiri mereka, rambutnya yang dibuntut kuda panjang berwarna merah gelap berayun di punggungnya.

“Hai,” balas Remus hangat.

“Halo, Evans,” tangan James otomatis terangkat ke rambutnya.

“Aku mencarimu kemana-mana. Ada yang ingin kubicarakan denganmu,” kata Lily pada Remus.

“Bicara saja, Lily,” ujar Remus.

“Oh, tapi aku ingin kita bicara… er—berdua saja,” Lily mengerling James. pemuda itu merasakan senyuman merosot dari wajahnya.

"Oh, baiklah. Aku—aku akan menunggu di sana, Remus. Jangan lama-lama ya,” James berbalik dan pergi menunggu di dekat jendela besar tak jauh dari tempatnya semula.

Sejenak James mengawasi mereka, dia bisa merasakan denyut kecemburuan di dasar perutnya. James tahu kalau Remus dan Lily memang dekat. Dan sejujurnya dia memang sudah lama curiga Remus menaruh hati pada gadis itu, tapi selama ini Sirius selalu meyakinkannya kalau tak ada apa-apa antara Remus dan Lily.

James berpaling, merasa tidak tahan kalau harus melihat mereka berdua begitu akrab. Melihat keakraban mereka membuatnya ingin sekali mengutuk Remus menjadi ulat bulu. Tapi dia merasa sekarang bukan saatnya mencemburui Remus. Pasti sangat tidak adil kalau James marah juga pada Remus, padahal dia adalah satu-satunya orang yang mau bicara padanya saat ini.

“Ini benar-benar hari yang sempurna,” gerutu James gusar. Sementara itu di belakangnya Lily sedang menatap punggungnya penuh prihatin.

Tak lama kemudian Remus menepuk bahu James pelan, James menoleh. “Sudah selesai?” tanyanya. “Mana Evans?”

“Dia sudah pergi,” jawab Remus singkat.

“Kalian membicarakan apa sih?” tanya James penasaran.

“Yeah, kami membicarakan beberapa hal. Tidak begitu penting,” Remus menambahkan, menghindari tatapan curiga James.

“Tapi dia meminta supaya bicara berdua saja denganmu,” James berkata. Sulit untuk menyembunyikan nada menuduh dalam suaranya.

“Kau tidak sedang mencurigaiku kan?” kata Remus mengernyit. “Hei, kau!” teriaknya pada seorang anak laki-laki kelas tiga Gryffindor yang sedang mengendap-endap mencurigakan di ujung koridor. Anak itu langsung berhenti dan buru-buru menyembunyikan sesuatu yang dibawanya ke saku jubahya.

Remus bergegas menghampiri anak itu, James mengikutinya. “Apa yang kau lakukan di sini? Mengendap-endap seperti maling,” katanya galak.

“Aku tidak melakukan apa-apa,” kata si anak laki-laki membela diri.

“Apa itu yang kau sembunyikan di sakumu?” Remus menanyainya.

“Aku tidak menyembunyikan apa-apa kok,” jawabnya cemberut.

“Jangan bohong! Ayo keluarkan!” kata Remus memaksa seraya mengulurkan tangannya.

Anak itu melempar pandang sebal pada Remus dan mengeluarkan banda yang disembunyikannya di sakunya sambil menggerutu. Barang itu ternyata bom kotoran.

“Ha!” seru Remus setelah merampas bom kotoran itu. “Mau apa kau dengan bom kotoran ini?”

“Bukan urusanmu!” tukas si anak laki-laki itu berani.

“Tentu saja itu urusanku, aku prefek,” sembur Remus. “Sekarang kau kembali ke asrama, kalau tidak kau akan kudetensi.”

“Tidak adil!” teriak anak laki-laki itu. “Kau mau mendetensiku padahal aku belum sempat melakukan apa-apa. Sementara DIA—“ anak itu menunjuk James dengan dramatis, “Boleh saja melakukan keonaran di depan hidungmu. Prefek apaan tuh!”

Wajah Remus langsung merah padam seperti gunung berapi yang mau meletus. Anak itu berlari meninggalkan mereka dan menghilang di belokan.

“Whoa!” kata James setelah diam lama. “Aku tidak pernah melihatmu bersikap seperti tadi, Moony. Seperti bukan kau saja,” James terkekeh, “Tapi benar juga apa yang dikatakan anak itu, kau seharusnya juga bisa tegas pada kami, kau tahu maksudku? Sikapmu yang tenang dan jadi anak baik-baik itu malah membuat kami merasa tidak enak hati. Menurutku lebih baik kau juga meneriaki kami seperti kau meneriaki anak itu—“

“Oh, sudahlah, James,” sela Remus seraya menyeringai salah tingkah. Selama ini dia memang membiarkan saja keonaran yang dibuat sahabat-sahabatnya. Satu-satunya kelakuan Remus yang membuat professor McGonagall geleng-geleng kepala.

Tepat saat itu Sirius dan Peter muncul di ujung koridor. Sirius lewat saja di depan James tanpa menunjukkan tanda-tanda kalau dia melihat James di sana. Rupanya dia memutuskan kalau James hanyalah bagian dari tembok. Di belakangnya, Peter berlari-lari kecil mengikuti langkah cepat Sirius.

“James,” kata Remus ragu-ragu.

Sekarang ganti wajah James yang merah padam dan dia tampak sangat marah. Dan tanpa peringatan dia menjambret bom kotoran di tangan Remus dan melemparkannya ke arah Sirius, tapi terlambat, Sirius sudah keburu menghilang di belokan. Alih-alih mengenai Sirius, bom itu membentur tembok dan meledak, memenuhi koridor dengan kotoran yang menguarkan bau busuk.

“Astaga, James!” teriak Remus kaget.

“POTTER! LUPIN! KALIAN PIKIR APA YANG KALIAN LAKUKAN!”

James dan Remus terlonjak. Professor McGonagall baru saja muncul dari kantornya. Sekarang mendekati mereka dengan tampang seperti banteng yang siap menyerang, bibirnya sudah membentuk garis tipis dan lubang hidungnya melebar. Matanya berpindah dari ogokan kotoran di koridor ke wajah dua pemuda itu.

“Potter!” teriaknya pada James. “Berapa kali harus kukatakan padamu supaya kau berhenti melakukan kebiasaan burukmu? Apa detensi yang kau terima tidak membuatmu kapok? Dan kau, Lupin!” dia berpaling untuk mengomeli Remus. “Kau prefek. Seharusnya kau lebih bertanggung jawab, bukannya membuat onar seperti ini. Aku benar-benar kecewa padamu. Potong masing-masing dua puluh angka dari Gryffindor. Kalian harus menggosok koridor ini sampai bersih sebagai detensi. Tanpa sihir,” dia menambahkan galak. “Ah, itu Mr Filch datang.”

Mereka menoleh, melihat Filch datang tergopoh-gopoh. Tampangnya seperti orang yang akan terkena serangan jantung ketika melihat koridor penuh kotoran. Matanya yang menonjol seperti mata bunglon berkilat-kilat marah menatap Remus dan James.

“Mr Filch, tolong kau awasi mereka. Jangan biarkan mereka berhenti sampai koridor ini benar-benar bersih.” McGonagall mengayunkan tongkat sihirnya dan dua sikat dan cairan pembersih muncul di udara. Dan setelah sekali lagi memberi kedua pemuda itu pandangan marah, dia berbalik pergi.

James dan Remus beberapa saat hanya bisa berdiri melongo di sana, dengan sikat dan cairan pembersih tergeletak di depan mereka. Tadi mereka begitu shock karena kemunculan McGonagall yang tiba-tiba sampai lupa membela diri.

“Tunggu apa lagi? Ayo mulai!” bentak Filch.

Mereka buru-buru membungkuk mengambil sikat mereka dan mulai bekerja dengan diawasi Filch.

“Anak-anak badung seperti kalian seharusnya dicambuk saja,” ujar Filch dingin. “Sayang sekali, Dumbledore terlalu lembek pada kalian.”

James mengumpat Filch ke lantai. Ternyata kotoran itu sulit sekali dibersihkan. Mereka sudah menggosok berkali-kali tapi tetap saja baunya sulit hilang. Mereka menghabiskan waktu sepanjang hari untuk membersihkan seluruh koridor. Menjelang makan malam, akhirnya mereka berhasil membersihkan semua kotoran itu.

“Akhirnya selesai juga,” kata James lega sambil memijat-mijat lengannya yang pegal.

“Ya,” Remus menyeka peluh di keningnya dengan lengan jubahnya.

“Itu menurut kalian. Masih ada satu detensi lagi,” kata Filch dengan seringai menyebalkan.

“APA? MASIH ADA LAGI?” teriak James tak percaya, matanya membelalak.

“Kami kan sudah membersihkan koridor ini sampai benar-benar bersih. Kata McGonagall—“ belum sempat Remus menyelesaikan protesnya, Filch memotong.

“Ini baru dari professor McGonagall, belum dariku,” seringainya semakin lebar. Dia tampak puas sekali melihat anak-anak itu sengsara. “Kalian harus menggosok pispot-pispot rumah sakit, tanpa sihir. SEKARANG!”

James mengumpat lagi sementara Remus mendesah lesu. Rasanya sebentar lagi tangannya bisa copot saking pegalnya.

“Ayo jalan!” desak Filch seraya mendorong punggung kedua pemuda itu, menyuruh mereka bergegas. Keduanya terpaksa menurut.

James tidak menggosok pispot-pispot itu dengan patuh, dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan menggerutu, mencaci maki Filch dalam bisikan. Sementara itu Remus melakukan pekerjaannya tanpa mengeluh, malah dia seperti menahan senyum.

“Kenapa kau nyengir?” tanya James penasaran ketika mereka dalam perjalanan ke menara Gryffindor pukul sepuluh malam. Mereka kembali ke asrama setelah membersihkan diri di kamar mandi yang tak jauh dari rumah sakit.

“Tidak,” sahut Remus, buru-buru mengatur wajahnya dengan ekspresi lelah yang tidak meyakinkan.

“Sayang sekali makan malam sudah selesai. Aku lapar sekali,” keluh James. Tadi mereka sempat ke Aula Besar, tapi ruangan itu sudah kosong melompong. Anak-anak tentunya sudah kembali ke asrama masing-masing. Selama perjalanan kembali ke menara Gyffindor, James terus saja mengeluh. Dia mengeluh tentang betapa buruknya hari itu, mengeluhkan Sirius, mengeluhkan sikap anak-anak lain, mengeluhkan McGonagall, mengeluhkan Filch, sementara Remus mendengarkannya dengan sabar. “Aku tak tahu apa aku bisa tahan menghadapi hari seperti ini lagi besok,” ujarnya ketika mereka tiba di depan lukisan si Nyonya Gemuk.

“Besok pasti akan menyenangkan,” sahut Remus tersenyum. Valerian?” dia menambahkan pada Nyonya Gemuk yang tersenyum nakal pada mereka. Si Nyonya Gemuk mengayun, menampakkan pintu masuk ke ruang rekreasi Gryffindor…

KEJUTAN!!!

James terkejut bukan kepalang ketika anak-anak meledak bersorak menyambutnya. Beberapa anak laki-laki kelas tujuh yang tadi mencemoohnya di halaman menariknya masuk, membiarkan Remus melompat sendiri ke lubang lukisan. James ternganga memandang ruang rekreasi. Ruangan itu telah didekorasi sedemikian rupa sampai tak bisa dikenali lagi. Di salah satu sisi dinding tertempel poster superbesar bergambar dirinya sedang berada di atas sapunya sambil melambai-lambaikan golden snitch dengan tulisan “Happy B’Day, Potter!” yang berpendar warna-warni di bagian atas. Sebuah kue ulang tahun setinggi badan diletakkan di meja besar di tengah ruangan, dengan lilin berbentuk angka tujuh belas bertengger di puncaknya. Dan sepertinya semua anak Gryffindor, mulai dari kelas satu sampai kelas tujuh berkumpul di ruangan itu.

“Selamat ulang tahun, James!” teriak Sirius dari samping kue ulang tahun raksasa. Peter berdiri di sampingnya, berseri-seri.

James tercengang memandang kue ulang tahun itu. Itu kue terbesar yang pernah dilihatnya seumur hidupnya. Beberapa anak mulai mendesaknya mendekati kue ulang tahun raksasa sementara semua anak mulai menyanyikan lagu selamat ulang tahun dengan gegap gempita untuknya.

“Selamat ulang tahun, sobat,” ulang Sirius cerah seraya merangkul James.

“Oh, Sirius. Ini benar-benar…” James kehilangan kata-kata saking takjubnya. “Aku lupa kalau aku berulang tahun,” katanya lemas. Sirius tertawa.

“Ini hadiah dari orang tuamu,” Sirius mengeluarkan kantung besar berisi hadiah dari orang tua James. “Sori, tadi pagi aku menyembunyikannya sebelum kau bangun.”

“Dan ini hadiah dari Sirius, Remus dan aku,” ujar Peter seraya menyerahkan kotak besar yang dibungkus kertas kado.

“Trims, Pete,” James menerimanya dengan tangan sedikit bergetar. “Tunggu dulu, bukannya kau sedang marah padaku?” tanyanya pada Sirius.

“Oh, masa kau menganggapnya serius sih?” kekeh Sirius.

“Jadi seharian ini kau mempermainkanku?” teriak James tak percaya. “Membuatku frustasi setengah mati—“

Sirius tertawa terbahak-bahak seraya menepuk-nepuk bahu sahabat karibnya itu, “Kau tahu, mukamu lucu sekali kalau sedang marah.”

Belum sempat James membalas, seorang gadis kelas tujuh berteriak dari pojok ruangan, “Tiup lilinnya dong!” dan langsung disambut riuh anak-anak lain.

“Oke! Ayo, Prongs, tiup lilinnya,” timpal Sirius, James menurut. Dia harus naik ke bangku kecil untuk mencapai puncak kue, karena kue itu nyaris lebih tinggi dari tubuhnya.

James memandang berkeliling sebelum meniup lilinnya. Dia bisa melihat Lily di antara teman-temannya, ikut bersorak untuknya. Gadis itu tersenyum padanya. James merasa semangatnya membumbung. Semoga Lily akhirnya membuka hatinya untukku, batinnya sebelum meniup lilin.

Anak-anak langsung menyerbu kue itu setelah James turun. Mengherankan sekali bagaimana kue itu bisa cepat sekali habis mengingat ukurannya yang sangat besar.

“Dari mana kau mendapatkan kue sebesar ini, eh?” James menanyai Sirius setelah menelan potongan terkahir kuenya.

“Dapur,” sahut Sirius. “Aku memesan kue ini pada peri rumah di dapur. Makannya kau tak bisa menemukanku dimana-mana hari ini—yeah, kecuali saat di koridor itu—Sepanjang hari aku di dapur bersama Peter, mengawasi mereka membuat ini, memastikan semuanya sempurna.”

“Petasan!” seru Peter pada anak-anak. Langsung saja seluruh ruangan dipenuhi dengan nyala kembang api dan petasan.

“Meriah sekali, Padfoot,” komentar Remus, mengawasi sekelompok gadis kelas empat menjerit dan tertawa-tawa ketika salah satu petasan mendesis melewati mereka.

“Trims,” Sirius menyeringai seraya mengeluarkan berbotol-botol butterbeer dari bawah sofa yang didudukinya. “Oi! Ada yang mau butterbeer tidak?” teriaknya. Anak-anak langsung bersorak dan medekatinya untuk mengambil butterbeer yang ditawarkan Sirius.

“Jadi… tadi pagi kau hanya pura-pura marah padaku?” tanya James lambat-lambat.

“Yeah, aku aktor yang hebat kan?” jawab Sirius tertawa.

“Sialan kau,” James ikut tertawa. “Padahal aku sudah stress setengah mati. Apalagi sikap anak-anak yang lain juga… tunggu dulu. Apa itu juga—“

“Rencanaku, yeah. Aku yang meminta mereka semua. Untungnya mereka mau, malah sangat antusias. Dan soal Regulus, mana mungkin aku marah hanya gara-gara anak itu,” Sirius tertawa gelak-gelak sebelum meneruskan, “Tapi Remus nyaris saja menggagalkan rencanaku. Dia tidak tega padamu soalnya...”

“Jadi Remus juga ikut bersekongkol?” James menoleh pada Remus yang sedang menenggak butterbeernya.

“Remus bertugas menemanimu,” timpal Peter yang baru saja bergabung setelah membagi-bagikan petasan pada anak-anak. “Memastikan kau berada di luar asrama sementara anak-anak menyiapkan ini semua.”

“Dan seperti kubilang tadi, Remus nyaris saja menggagalkan rencanaku. Saat makan siang tadi dia berlari ke tempatku dan Peter dan memohon supaya aku membatalkan saja niatku. Mana mungkin…” kata Sirius seraya melirik Remus.

“Dan anak yang bertengkar denganku di koridor tadi itu juga suruhannya Sirius,” ujar Remus tenang.

“Yeah, karena akan sangat mencurigakan kalau Remus membawa-bawa bom kotoran di sakunya. Aku memang ingin kau meledakkan bom itu di koridor, Prongs,” Sirius menambahkan ketika melihat sahabatnya itu tampak tak mengerti. “Dan kau pasti terpancing kalau melihatku.”

Wajah James merah padam, dia merasa bodoh sekali karena dengan gampangnya terpedaya oleh Sirius. Tapi kekesalannya pada sobatnya itu sudah terbayar lunas oleh kejutan sangat menyenangkan yang dibuatnya tepat di hari ulang tahunnya ini.

“Bagus sekali kan? Membuatmu frustasi bukan pekerjaan gampang lho. Aku sudah berminggu-minggu memikirkan alasan untuk berpura-pura marah padamu. Akhirnya aku memutuskan memancing pertengkaran dengan Regulus dan dia pasti akan bereaksi berlebihan seperti biasa. Aku tahu betul sifatmu…”

“Ya ya ya…” potong James, tertawa.

“Kau tahu, Lily juga mencemaskanmu,” kata Remus dalam bisikan.

James menoleh padanya, “Benarkah?” tanyanya cepat.

“Ya, tadi waktu kami bicara di koridor, dia bilang, ‘Oh, Remus, tidak adakah yang bisa kau lakukan untuk menghiburnya? Kurasa rencana Sirius agak keterlaluan. Kasihan dia…’’

James merasa pesta itu menjadi sepuluh kali lebih menyenangkan dan dia tersenyum pada semua anak, termasuk pada seorang anak perempuan kecil kelas satu yang dengan malu-malu mendekatinya dan menyerahkan bungkusan kecil kepadanya. Dan tidak ada yang lebih membahagiakan untuk menutup pesta istimewa itu selain Lily Evans. Gadis itu mendekatinya menjelang pesta usai.

“Selamat ulang tahun, James,” ujarnya seraya tersenyum hangat dan mengulurkan tangannya. James meraih tangan itu, mereka bertukar senyum. Tangan Lily terasa hangat dan lembut. Selembut senyumannya yang jarang sekali diberikannya untuk pemuda itu, sehangat perasaan yang dirasakan James malam itu. Dan mereka tidak tahu, kalau malam itu adalah awal dari sebuah hubungan yang lama dan membahagiakan…

~FIN~

Jumat, 12 Oktober 2007

Takbiran...

Allahu Akbar…
Allahu Akbar…

Allahu Akbar...

Laa Illaha Illallahu Allahu Akbar...

Allahu Akbar Walillaa Hilham...

Malam Takbiran tiba juga akhirnya. Alhamdulillah... Tapi gak tau euy, harus ngadepin malam Takbiran ini dengan seneng or sedih? Seneng, soalnya mau lebaran besoknya. Banyak makanan!! (rakus mode on.. ^^). Sedih, soalnya mau ninggalin bulan Ramadhan yang penuh Rahmat dan ampunan ini. Huhuhu...

Well, Idul Fitri berarti kembali ke titik nol kan? Di mana kita seperti bayi yang baru dilahirkan. Suci. Bersih. Dan selanjutnya kita mempersiapkan diri kita untuk sebelas bulan ke depan. Semoga tetap istiqomah... Tadarus tetap jalan. Ibadah-ibadah lain ditingkatkan... Pastinya akan ada banyak cobaan yang menghadang (ceileee bahasanya gak kuaaaaat...^^). Huhu... Mudah-mudahan bisa ketemu Ramadahan lagi tahun depan. Amiennn...

Baidewei, tahun ini Putz gak kebagian shaum terakhir. Huaaaaa!!!! Dan gak kebagian shalat Ied! Huaaaa lagi.... Ditinggal sendirian di rumah dong. Hiks... Jadi penjaga rumah deh.

Jadi inget takbiran tahun lalu deh. Di Madiun (kampungnya Bapak). Sepi banget. Jadinya Putz dan adik yang paling kecil (Si Erri) tadarusan aja berdua. Masih inget Surah yang kita baca waktu itu. Surah ke-55, Surah Ar-Rahman, yang artinya Yang Maha Pemurah. Putz suka banget baca Surah yang satu itu, sejak pernah baca bareng-bareng habis shalat magrib sama temen. Dan artinya yang.... Subhanallah... ”Maka Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” diulang-ulang sampai beberapa kali. Seolah ngingetin kita yang kadang kurang mensyukuri Nikmat Allah. Bahkan malah mengeluh terus. Iya gak sih??? Om Opick aja sampe bikin lagunya.

Allahu Yaa Rahman...

Kamis, 11 Oktober 2007

In the Name of ALLAH, the Most Beneficent, the Most Merciful...

Teman…
Hidup adalah rangkaian keputusan,
Hidup adalah kumpulan catatan yang membutuhkan kesimpulan,
Kemudian tindakan

Teman…
Engkau bukanlah bayang-bayang yang dibentuk cahaya,
Engkaulah cahaya benderang,
Harapan jiwa di kegelapan,
Engkaulah cahaya mentari yang tak pilih kasih.

Jadi, teman…
Bangkit dan guncangkanlah…
Lemparkan selimut kemalasan,
Datangi gudang-gudang ilmu,
Temukan makna hidup yang hilang

Maka, teman…
Jadilah batu karang!!
Kukuh tangguh,
Menatap gagah,
Menyongsong gigih empasan ombak dengan tertawa.
Walau kepedihan menyayat raga,
Tak perlu menghamba diri pada dunia.

Bagi mujahid sejati,
Lebih baik menjadi singa sehari dari pada domba seribu hari.
Tidak perlu sedu sedan atau tangis ratapan karena kehilangan dunia,
Tapi jadikan dunia meratap sendu dalam tangisan karena kehilangan dirimu

Teman…
Tebarkan iman dengan cinta,
Gubah dunia dengan prestasi
Jadikan hidupmu penuh arti
Kemudian bolehlah bersiap untuk mati
Kalau kelak datang hari perjumpaan
Basahkan bibirmu
Mengucap puji Illahi Rabbi
LAA ILAAHA ILLALLAH

Jumat, 05 Oktober 2007

Remus John Lupin



Ini nih… tokoh fiksi favoritku di seri Harry Potter. Sosok guru idaman, sahabat idaman, dan (emh) suami idaman. Hihi…^_^. Habis orangnya bijaksana banget sih, kedua paling bijaksana setelah Albus Dumbledore. Pokoknya aku suka banget sama Om yang satu ini.

Pertama kali baca nama Remus Lupin di buku HP 4: Goblet of Fire. Kenapa? Soalnya Putz baca buku empat dulu, baru yang ketiga. Nama Lupin disebut-sebut saat bagian awal gitu. Kalo gak salah kalimatnya gini, ’Sejauh ini favorit Harry adalah Profesor Lupin yang mengundurkan diri semester lalu.’ Disebut saat perkenalan guru PTIH kalo gak salah mah. Siapa tuh Profesor Lupin?? Kok aku gak tahu?? Pasti nama guru PTIH waktu Harry kelas tiga. Dulu, aku mikirnya Lupin tuh gak jauh-jauh dari sosok Moody or guru senior; udah tua, galak, ubanan (ini mah bener), dll... Trus nama Lupin disebut lagi pas bagian akhir, waktu ada Sirius-nya (siapa lagi tuh, Sirius??). Di sini Putz mulai mikir, mungkin dia temennya Sirius...

Baru tahu sosok Remus Lupin yang sebenernya saat baca Prisoner of Azkaban. Dan... wuih, Putz langsung jatuh hati sama Bapak Guru yang satu ini. Cool banget... Masih muda, pintar, bijak, sabar banget ngadepin murid-muridnya, n cara ngajarnya keren. Banyak praktek, gak hanya teori doang. Pinter ngasih motivasi ke murid-muridnya (kaya Neville) dan tegas. Dia pernah ’sedikit’ marahin Harry saat tahu Harry minggat ke Hogsmeade padahal dia gak punya izin kan? Pokoknya sip banget deh. Walaupun penampilannya lusuh dan gak benget. Sudah beruban dan keriput padahal umurnya baru 30 tahunan. Ih, jadi inget guruku waktu SD deh, Pak Ali. Beliau juga udah ubanan dan keriput padahal masih muda..

Tambah suka lagi waktu tahu dia werewolf. Gak tau kenapa, Putz suka banget sama makhluk khayalan yang namanya werewolf. Sejak masih suka sama novel-nya RL Stine, Putz emang udah suka. Ada satu yang Putz inget judulnya, Bad Moonlight. Dan banyak kisah-kisah lain yang Putz suka karena ada werewolf-nya, kaya Van Helsing (werewolf-nya cakep banget waktu masih jadi manusia, si Velkan Valerious. Hihi... aku sering mengasumsikan Velkan sebagai Remus. Habis rambutnya sama-sama cokelat muda n sama-sama baik hati. Velkan sayang banget sama adik perempuannya—dia digigit werewolf karena ngelindungin adiknya, kaya Remus sayang sama Harry n sahabat-sahabatnya). Nilai plus buat Remus, karena ternyata dia tabaaaaah banget dengan keadaannya. Bukannya dendam dengan para penyihir normal, Remus malah bersedia membagi ilmunya buat anak-anak didiknya yang notabene penyihir normal. Bener-bener sosok guru yang berdedikasi kan?? Hhh... tambah jatuh cinta nih... ^_^, ditambah persahabatannya dengan para Mareuders yang tulus banget. Huee.... *Crucio Peter!*

Dan yang terakhir... apalagi kalo bukan love story-nya yang mengharu biru dengan cewek yang jauh lebih muda dari dia, Nymphadora Tonks. Salut deh sama Mbak Dora yang udah bertahan ’menunggu’ Remus sadar, bahkan sampe berair-air segala. Hiks... Tapi akhirnya gak sia-sia kan? Mereka merit n punya si kecil Teddy Lupin yang imut. *peluk-peluk, cium-cium, gendong-gendong Teddy!* hihi... ^_^ Mereka bener-bener pasangan yang paling mengharukan di seri Harpot. Ada aja rintangannya, banyak banget perbedaannya, tapi babat aja mas... Bukankah itu yang membuat hubungan mereka indah? Heu... *peluk-peluk Remus n Dora*

Yeah, pokoknya...I Love U, Profesor Lupin!!! ^_^;

Pertemuan Pertamaku Dengan Harry Potter

Weeeww… kayak pernah ketemu beneran ajah. Hihi...^_^. Yeah, well, sebenernya proses ’kenalan’ Putz dengan penyihir yang namanya Harry Potter bisa dibilang karena iseng. Mungkin kalo waktu itu Putz gak iseng, Putz gak bakalan doyan sama Harpot, gak bakalan suka bikin fanfic-nya.

Pertama baca novel pertamanya waktu kelas dua SMP. Jaman itu, Putz lagi suka benget baca novel-novelnya RL Stine, yang Goosebumps or Fear Street. Nah, someday, waktu Putz lagi jalan-jalan ke Mall bareng temen, Putz gak nemu novel RL Stine yang pingin Putz beli. Padahal pingan banget baca sesuatu. Apaa… gitu selain buku pelajaran yang bikini pusing. Yah, secara waktu itu kan habis ulangan umum. Trus, Putz ngelirik tuh buku yang gambarnya aneh banget, yang gambarnya anak kecil pake kaca mata yang lagi nonggeng di sapu sambil tangannya nangkep bola kecil bersayap. Judulnya Harry Potter dan Batu Bertuah.

Iputz : “Itu novel yah? Ih, serem amat sih sampul depannya…”
Temen : “Iya kali. Coba liat aja tulisan belakangnya…”
Iputz : (ngambil satu buku dari rak pajangan n mulai baca) ”...tentang penyihir gitu. Ih, apaan sih. Gak ngerti...”
Temen : ”Ya iyalah gak ngerti... Cuma baca sinopsisnya doang. Aku juga gak ngerti...”
Iputz : (naro lagi buku HP di rak) ”Yah, RL Stine-nya lagi kosong yah???” (keliling lagi, cari-cari novel lain)
Temen : ”Putri Huan Zhu yang ini udah baca belom?” (sambil nyodorin novel-nya Tante Chung Yao)
Iputz : ”Yee... bukan udahbaca lagi. Aku kan punya..”
Temen : ”Ow!”
Iputz : (balik lagi ke rak Harpot, sambil ngeliatin tu buku, mikir) ”Penasaran ih... Ini kan yang mau ada film-nya itu bukan sih?”
Temen : ”Meneketehe. Iya kali...”
Iputz : ”Jadi penasaran deh. Aku beli yang ini aja deh... Dari pada pulang dengan tangan kosong.”
Temen : ”Yauda, beli aja. Mau yang mana? Yang itu?” (sambil nunjuk buku Harpot yang paling tebel)
Iputz : ”Gile... Harganya selangit...”
Temen : (ketawa)
Iputz : ”Yang ini aja deh...” (ngambil buku yang paling tipis) ”Yang paling murah harganya. Hihi...”
Temen : ”Yauda, ambil aja. Eh, tapi tar aku pinjem yak..”
Iputz : ”Beres...”
Temen : ”Yuk ah. Eh, mau nonton gak?”
Iputz : “Ayo ajah…”

Nah, gitu awal Putz kenal sama Harry Potter. Abis itu, Putz n temen Putz itu (namanya Marissa) nonton deh. Sebelum lampu bioskop dimatiin, kita berdua baca tu buku. Awalnya masih bingung. Ternyata... BAGUS BANGET!!! Langsung deh, Putz jatuh cintrong sama cerita Harpot. Beberapa minggu setelahnya, Putz ngebongkar celengan buat beli buku kedua. Terus, minta dibeliin buku empat sama ortu. Baru buku tiga. Weeew... Nganclong gitu bacanya. Yah, maklum aja, soalnya waktu mau beli buku tiga kehabisan, yang ada buku empat. Itu juga tinggal satu-satunya. Buku lima aku beli setelah masuk SMA. Buku enam, setelah masuk kuliah. Buku tujuh??? Heu... belum sempet ke toko buku euy! Lagian harganya mahal banget. Kudu nyeleng dulu kali yah... Hoho.. ^_^

Say My Name, Say My Name..^_^

Kali ini, Putz pingin ngomongin nama asli Putz nih. Nama keramat. Jreng-jreng!!!
PUTRI GAYUH UTHAMI.
Oh well, aku suka namaku. Ya eyalah... pemberian ortu gitu loh. Dan setiap kata punya arti. Mau tahu???

PUTRI. Mungkin semua orang udah tahu arti kata ini. Putri bisa berarti ’anak perempuan’ atau yang lebih menterengnya ya... ’anak perempuan raja’—bukan Radja-nya Ian Kasela lho... Hihi... Kata ortu-ku (kalo gak salah inget lho ya...) Putri itu nama pemberian almarhum Eyang Putri-nya Putz. Kalo Eyang dulu gak keukeuh pingin namain cucu pertamanya ’Putri’, mungkin nama Putz bakalan Gayuh Uthami ajah. Heu... Tapi dengan ditambah ’Putri’, nama Putz jadi cantik kan? Hihi.. Lagian kalo gak ada ’Putri’, gak akan ada ’iputz’, coz nama itu diambil dari kata ’Putri’ jugak.

GAYUH. Nama ini katanya mah pemberian Pakde-nya Bapak. ’Gayuh’ diambil dari bahasa Jawa, yang artinya ’menggapai’ or ’meraih’. ’Gayuh’ adalah nama kecil Putz. Sebelum Putz dipanggil ’Putri’, Putz dulu dipanggilnya ya ’Gayuh’. Berhubung Putz anak sulung, jadinya dipanggil ’Mbak Gayuh’ deh. Well, nama yang unik kan?? Biasanya kan dengernya Galuh or Galih, tapi ada Gayuh di sini. Tapi nama itu sekarang hanya keluarga n teman-teman kecil-Putz yang pake. Soalnya sejak SMA, Putz udah mulai memperkenalkan diri dengan nama ’Putri’. Bukannya gak suka dengan nama ’Gayuh’, cuma sebel aja kalo ada yang mulai nyingkat-nyingkat manggilnya jadi ’Gay’. Gak enak banget di kuping. Masak Putz dipanggil ’Gay’ sih. Putz kan cewek normal!!

UTHAMI. Yap, ini nama belakang tambahan aja sih. Agak berbau-bau Jawa juga yah. Soalnya keluarga dari pihak Bapak emang orang Jawa Timur tulen, dari Madiun. ’Uthami’ bisa diartikan sebagi ’utama’ or ’keutamaan’. Aku suka banget sama nama belakangku ini! Meskipun banyak yang make. Yah... I still luv ’Uthami’.
Jadi keseluruhan nama Putz bisa berarti ’Anak Perempuan yang Menggapai Keutamaan’. Keren kan??? Siapa dulu dong yang ngasih nama. Dua ortu paling keren sedunia! Thanx to Mum and Dad!! Yeah, nama bisa dikatakan adalah sebuah doa ortu pada anaknya kan? Mudah-mudahan aja Putz bisa meraih keutamaan di dunia dan akhirat. Dan bisa menjadi panutan untuk kedua adik Putz yang lucu-lucu. Insya4JJI... Amien...

About Iputz...
”Put, dulu temenku ada yang namanya Putri juga, tapi dipanggilnya Iput. Aku boleh ya manggil kamu Iput juga?”
Nah, gitu awalnya kenapa hampir semua teman kampus Putz manggil Iput. Awalnya hanya satu orang aja, tapi lama-lama yang lain latah juga. Mungkin karena yang namanya Putri di kampus Putz bukan hanya diriku seorang kali. Biar gak ketuker gitu... Kenapa bisa jadi Iputz?? Iseng aja nambahin huruf ’z’ di belakangnya. Kelihatannya lucu sih. N itu nama online Putz kalo di dunia maya. Khususnya di HarpotIna. ^_^

Baidewei, kita, tiga bersaudara namanya punya arti masing-masing. Kalo nama Putz kan udah Putz jelasin di atas. Sekarang nama dua adik Putz deh. Tapi singkat aja yak. Males soalnya ngejelasin rinci-rinci. Cape deeeh... hihi...

DWI RAHMAT NOARI. Nama adik Putz yang nomer dua. Satu-satunya cowok dalam keluarga inti kami selain Bapak sendiri tentunya... DWI, diambil dari bahasa Sansekerta yang artinya ’dua’. Jelas kan? Coz dia ini anak kedua. RAHMAT, diambil dari bahasa Arab yang artinya... er... ya Rahmat lah... hihi.. NOARI, diambil dari kata ’Januari’, bulan lahir adik Putz yang satu itu. Awalnya bukan ’Noari’, tapi ’Nuari’. Kenapa bisa berubah? Coz petugas yang bikin akte kelahirannya salah ngetik nama ’Nuari’ jadi ’Noari’. Berhubung kalo diganti lagi susah, jadinya ya yaudah... ’Noari’ aja seterusnya. Nah, jadinya arti keseluruhan nama adik cowok Putz ini ’Rahmat kedua yang datang di bulan Januari’. How sweet... ^_^
Tapi kenapa yah, nama panggilannya jadi ’WIWIT’?? Yah, gak ngerti juga sih. Hihi... sebenernya Putz sendiri yang kasih nama ’Wiwit’. Sebelum dia lahir, Putz sudah manggil-manggil pake nama ’Wiwit’. Kebawa-bawa deh sampe lahir...

ERRI LARENE SAFIKA. Nama adik perempuan bungsu Putz nie bisa dibilang yang paling sederhana artinya. ERRI, Putz gak tau arti nama ’Erri’. Ya Erri... heu... Dik Wiwit tuh yang kepingin banget adiknya dikasih nama Erri. Dasar suka anime Jepang (dulunya. Sekarang mah kagak). LARENE, diambi dari bahasa Jawa yang artinya ‘anaknya’. Tapi ‘Larene’ di sini gak dilafalkan kayak bahasa Jawanya lho… Tapi setiap huruf E-nya dilafalkan seperti ‘eu’ dalam bahasa Sunda. SAFIKA, gabungan nama Bapak dan Mama, Syafrudin-Ika, jadinya ’Safika’. Hihi... Jadi arti keseluruhannya adalah, ’Erri anaknya Syafrudin dan Ika’. Wekekek...

BIONIC says...


From BIONIC (BuletIn Of NursIng Community) FIK UNPAD


Kesan dan pendapat tentang Ospek 2007?
Ospek 2007 ini benar-benar berkesan. Banyak cerita dan pengalaman seru yang kita dapet di acara ini. Yang bikin ketawa, bingung, sedih, senang, sebel, pokoknya semua campur aduk kaya es buah. Hehehe... Gak bakalan nemu deh yang kaya gini kalo bukan di HOLISTIC 2007. It’s really really wonderful!!


Opini tentang bidang (BINGKEL) sendiri?
Kalo di Bingkel mah seru banget! Soalnya bisa kenal sama teman-teman MABA 2007. Dapat cerita baru, pengalaman baru, juga teman-teman baru. Apalagi teman-teman sesama Bingkel pada baik-baik dan rame. Pokonya kalo udah ngumpul, serasa di pasar traditional. Hehe... Kita saling ngebantuin dan saling ngingetin. Ibu-ibu Bingkel... CHAYO!!
Apakah ada pro dan kontra tentang masalah internal bidang?
Di setiap bidang pasti ada masalah, tapi Alhamdulillah masih bisa diatasi dan diselesaikan tanpa ada pro dan kontra.


Pendapat MABA tentang bidang tersebut?
Gak tahu pasti sih... Tapi yang bisa kami lihat dari tanggapan rekan-rekan MABA sendiri, kayanya pendapat mereka tentang Bingkel cukup baik deh. MABA bisa akrab dengan Bingkelnya masing-masing, Bingkel dijadiin tempat curhat, dll. Kalo mau tanya yang lebih jelas... tanya aja sama MABA-nya... hihi... ^_^


Kejadian paling menarik dan berkesan dalam bidang?
Setiap momen yang kami alami dari mulai pembekalan sampai pelaksanaan HOLISTIC 2007 semuanya menarik, berkesan dan tak terlupakan. Mungkin yang paling berkesan pas outbond kali yah... ^_^. Suara kita sampai habis teriak-teriak dan ikutan nyanyi bareng MABA (suara bingkel rata-rata lembut pisan soalnya. Hehehe...). Tapi seru banget kok bisa jalan-jalan bereng rekan-rekan MABA, walaupun capek, pokoknya LUV U ALL.. Oh ya, berkesan juga waktu persembahan roleplay panitia. Gimana gak berkesan coba... tu roleplay kita tampilin tanpa latihan dulu (Cuma modal nekat, dan pasti doa plus harapan supaya Allah memberikan kelancaran). Tapi Alhamdulillah bisa bikin rekan-rekan MABA ketawa, hehe... Tapi sempet agak kecewa juga sih, soalnya tu roleplay gak selesai kita tampilin, ya soal waktu juga sih... padahal kan begian serunya ada di belakang. Hehe... Eh iya, waktu mixingnya juga seru banget loh, serasa jadi artis (walaupun cuma suaranya doang..^o^) dan sutradara tentunya (1, 2, 3...cut...!!!) Seru lah pokoknya. Bercanda bareng, ketawa bareng, cape bareng, sampe-sampe kalo pulang ke kosan malem terus. Tak terlupakan lah... Seru juga waktu pemeriksaan buku harian MABA bareng teman-teman Komdis. Rame pisan! Waktu pembakalan juga seru, susah senang kita tanggung bersama, dihukum pun bersama-sama. Hehe... Tambahan lagi, waktu bikin atribut (nametag + buku harian) juga seru. Apalagi sambil makan gorengan Fikom. Ma’nyuuss... wah, pokonya mah semua momen tak terlupakan. Semuanya seruuuu... Bikin persaudaraan kita makin erat... Oia, makasih banget buat temen-temen panitia yang udah ngebantu BINGKEL...


By BINGKEL Crew...

Sabtu, 01 September 2007

Holistic 2007

Anne n Iputz at Student Day: BBB (Bingkel-Bingkel Berpayung ^^)






Humanity of Life is Altruistic

PMB ‘tlah tiba!

PMB ‘tlah tiba!

Horey! Horey! Horey!

Hihihi… sebenernya udah lewat sih. Tapi gak ada salahnya kan sharing sekarang? Kan kemarin-kemarin gak sempat. Berangkat sebelum subuh, pulang malem. Nyaris gak ketemu siang di luar. Yah, kecuali sesi apel `n kegiatan luar ruang.

Yup! PMB emang kegiatan yang nguras tenaga banget. Sumpah, capek banget. Tapi seneng… Banyak yang bisa didapet dari kegiatan ini. Jadi nambah banyak kenalan dari angkatan di bawah `n di atas kita, termasuk para Maba (Mahasiswa Baru) yang masih imut-imut. Hihihi… Jadi inget waktu masih jadi Maba. Tambah seneng saat tau mereka semangat banget ngikutin acara yang kita bikin.

Nama acara PMB 2007 kali ini adalah…*jreng jreng!!!* HOLISTIC : Humanity of Life is Altruistic.

Kami ngambil tema humanity karena kami pingin banget ada kebersamaan antara panitia dan Maba. Dan menekankan bahwa pekerjaan sebagai perawat bukan hanya sekedar pekerjaan, tapi juga panggilan jiwa. Dan kebersamaan dalam hidup adalah sebuah panggilan jiwa. Arti Holistic sendiri adalah menyeluruh (itu inti dari teori keperawatan sendiri. merawat secara menyeluruh). Yah, kurang lebih gitu deh garis besarnya. Kurang paham juga sih awalnya, `coz Putz gak ikut menggagas tema ini dari awal. Kan Putz ditarik lagi jadi panitia setelah hari ke-11 pembekalan. Udah setengah jalan bo! Putz sebenernya ikut dari awal, tapi mengundurkan diri, trus ditarik lagi *pemaksaan nih panitianyaL*. Tapi gak papa deh. Gak nyesel, walaupun capek.

Nah, putz kerja di Bingkel (Pembimbing Kelompok) Dept. Anggota seluruhnya ada 15 orang dan semuanya cewek. Anggotanya tuh…

  • T’ Rini (Ce-Ha or Ce-Hung)
  • T’ Ainun (Inun)
  • T’ Fatma (Fatmi)
  • T’ Nhia
  • T’ Clara (Lala)
  • T’ Anita (Nita)
  • T’ Anggia (Ghia)
  • T’ Mayang (Majung or Jungma or Majing)
  • T’ Putri (Iput
  • T’ Yane (Nene)
  • T’ Amanda (Manda)
  • T’ Husnul
  • T’ Gina (Gigin)
  • T’ Apriani (Upu or Ucup or Ucip)
  • T’ Etu

Kenapa Putz nulis make T’ (Teteh) di depan nama masing-masing??

Coz semua panitia wajib manggil teman-teman panitia lain (terutama di depan Maba) dengan sebutan Teh (nama) or Kang (nama). Yaph, meskipun aturan ini banyak dilanggar oleh rekan-rekan panitia yang lain (termasuk Iputz. Hihihi…) Awalnya agak aneh juga sih dipanggil Teh Putri n manggil teman-teman yang lain Teteh or Akang, tapi biasain aja deh. Sekarang juga udah biasa. Toh di tempat kosan juga ada yang manggil Teteh. Huhuhu…

Dan kenapa semua Bingkel cewek??

Soalnya kerja Bingkel tuh emang membimbing Maba dan diharapkan Bingkel semanis mungkin ke Maba. Kebalikan dengan kerja Komdis (Komisi Disiplin) yang kerjanya mendisiplinkan Maba (tapi bukan berarti Bingkel gak disiplin. Kita juga bisa tegas. Jadi jangan macem-macem sama Bingkel!!! Hihihi…) `n cenderung jutek ama Maba, yang setiap pagi n sore neriak-neriakin Maba. Hihihi…Sori ya, rekan-rekan komdis. Tapi emang bener kok…

Kata Akang SC, semakin garang Komdis diusahain Bingkel semakin manis ke Maba. Klop banget deh. Apa lagi kan Komdis n Bingkel kerja bareng. Satu Bingkel `n satu Komdis ngurusin satu kelompok Maba. Untungnya aku dapet Komdis yang gak terlalu sangar.

Eh, Bingkel ada lagunya lho…Mau tau???

Ini nih, lagu BINGKEL

Siapa orang yang paling ngerti perasaan kita?

Selalu membimbing kita jadi Maba-Maba keren.

Itulah Bingkel, Pembimbing Kelompok-ku!

Saat butuh Bingkel, panggillah Bingkel tiga kali, hey!

Bingkel-Bingkelku, hey!

Bingkel-Bingkelku, hey!

Bingkel-Bingkelku, hey hey!


Pendek aja sih. Tapi manis kan??? Thanks to Creative Team from Acara!!! J

Lagu itu selalu dinyanyiin sama Maba setiap Bingkel masuk ke ruangan. Jadi semangat deh…

Sebelum Holistic mulai, kami adain acara Technical Meeting dulu untuk mengarahkan Maba-Maba kita gimana acara Holistic nantinya, aturan-aturannya, tugas-tugasnya, perkenalan panitia n segala macem lagi.

Perkenalan lagu-lagu Holistic juga, termasuk lagu Bingkel yang tadi tea. Ini nih lagu-lagunya…

HOLISTIC

(Pake nada jingle iklan McD)

Mana lagi…acara yang bikin kita happy?

Panitianya istimewa.

Mana lagi…selain Hilostic…

Holistic… Humanity of Life is Altruistic

Together we can do it in FIK

Holistic… Just for you, FIK…


Yel-Yel MABA FIK 2007 (kalo gak salah sih itu judulnya)

(Pake nada lagu We Will Rock U)

Kami semua Maba FIK

Datang ke sini dengan ceria

Sopan santun senyum salam dan sapa

Itulah ciri khas Maba FIK

Say yes for FIK

Yes! FIK Yes!

FIK is the best!

Yes! FIK Yes!


KOMDIS

(Pake nada lagu Ratu Sejagad)

Rasa deg-degan di hatiku, melihat wajah Komdis yang bikin bimbang

Tatapan tajam, senyum pun jarang

Bikin hatiku dag dig dug gak karuan

Andai ku patuh pada aturan

Senyum manis dari Komdis kudapatkan

Oh, betapa malangnya diriku hari ini

Lagi-lagi bikin kesalahan

Komdis pun bersorak!

Berikan sanjungan, saat aku patuh pada peraturan

Akhirnya ku sadar…

Komdis…sayang, baik hati juga perhatian…


LAGU MAKAN

(Pake nada lagu Tajung Perak)

Telah tiba waktu makan

Kami sudah kelaparan

Datanglah oh makanan

Datanglah oh minuman

Kami sudah tidak tahan

Sampai kapan kami nunggu?

Kami sudah terbelenggu

Perut sudah terganggu

Hati sudah tak tentu

Makanan lah yang kutunggu


Ada satu lagu lagi, tapi Putz lupa karena jarang banget dinyanyiin. Oh ya, ada lagu panitia juga. Lucu banget lagunya. Setiap selesai nyanyiin lagu ini, Putz pasti gak bisa nahan untuk gak ngikik. Ada gerakannya lagi.

Ini nih…


Lagu Panitia

Panitia PMB paling oke

Orangnya kece-kece

Panitia PMB paling keren

FIK emang beken (sampe bait ini kita ngentakin kaki ke tanah diselingi tepukan tangan)

Ye…ye…ye…rame-rame…(sambil joget muter ke kanan)

Ye…ye…ye…ya gitu deeeeeh…(joget muter ke kiri)

FIK 2007…

It’s a miracle! (sambil ngembangin tangan ke depan)

Apa????

Wow! (tangan ngebentuk corong di depan mulut)


Lucu kan??? Hihihi…

Ngomong-ngomong ospek kok banyak nyanyinya yak??? Yah, dari tahun ke tahun emang gitu. Ospek FIK beda dengan yang lain. Gak ada ospek jurusan. Secara kita cuma satu jurusan, Ilmu Keperawatan doang bow! Mabanya juga gak semuanya anak-anak dari SMA. Ada juga yang lulusan Akper or yang sudah kerja. Jadi gak aneh kalau ngeliat bapak-bapak `n ibu-ibu ikutan ospek di fakultas kita. Ospek di FIK juga gak terlalu keras, lebih banyak di dalam ruangan. Jadi inget waktu Putz ikut PMB dulu. Waktu itu namanya, Cerebri FIK 2005: Cerdas Kreatif Berwawasan Mandiri. Sekarang, Putz pingin cerita pengalaman selama PMB deh…Termasuk kejadian-kejadian sebelumnya.

Kamis, 23 Agustus 2007

Sehari sebelum hari H Technical Meeting…

Gladi bersih, dan seperti biasa… CUAPEEEEKNYAAAA…. Hihihi…

Kemarin sih ngomongnya gak sampai sore-sore. Eh, ternyata oh ternyata, malah lebih sore dari kemarin selesainya. Huhuhu… cape deeeeh

Hari ini juga, bertepatan dengan ultahnya pak ketuplak, si Gola. Panitia yang lain ngerencanain untuk ngerjain dia. Ceritanya anak-anak yang anggota KSR yang jadi panitia Holistik pura-pura izin besoknya. Padahal kan besoknya TM. Anak-anak KSR keukeuh milih KSR daripada Holistik. Nah, mulai panas tuh panitia non-KSR ama yang KSR. Mulai pada saling teriak-teriak gitu, saling bereho-eho ria. “EGOIS KALIAN!” Danlap udah marah-marah (malah si Danlap ikut marah sama ketua juga). Malah ada yang nangis-nangis segala. Aku yang gak pinter-pinter amat bersandiwara—halah!—cuma pasang tampang sebel aja sama anak-anak KSR sambil rame-rame ngegerutu sama yang lain. Yang dikerjain ekspresinya udah gimanaaaa gitu. Dia malah udah ngejauh dari anak-anak yang lain gitu. Udah ngeluarin Al Quran segala untuk nenangin diri. Tau-tau dari belakang, ada yang nyiram air ke kepala dia sambil nyanyiin lagu selamat ultah rame-rame.

Hu… padahal belum seru tuh ngerjainnya. Belum lama. Belum sampe nangis darah. Panitia yang lain baru saling teriak, belum bercucuran. Yah, pokoknya belum sampe klimaks deh bikin sebel si Gola-nya. Ternyata, panitia yang ngebanjurin air itu salah nangkep instruksi. Ada yang bilang, “Siapin airnya,” dia malah nyiramin airnya. Gimana seeeeh… padahal kan bisa lebih seru lagi. Tapi capek juga sih dibentak-bentak sama Danlap. (Woi! Simpen tuh suara buat Maba! Jangan panitia terus yang diteriakkin, terutama bingkel. Kan kasihan bingkelnya, pura-pura jadi Maba terus…)

Dan selanjutnya seperti biasa pembekalan, simulasi…


Jumat, 24 Agustus 2007

Technical Meeting

Sebelum jam setengah enam pagi harus ngumpul di Mabes untuk briefing. Sumpah, deg-degan pisan. Takut salah waktu perkenalan di stage, gagap waktu perkenalan n sharing per kelompok. Tangan Putz sampe dingin waktu liat Maba pada berdatangan ke kampus.

Ternyata mereka rajin-rajin lho… Banyak yang sudah datang jauh sebelum acara mulai. Bikin panitia grogi aja. Apa lagi waktu itu Mabes masih dikunci, jadi panitia gak bisa masuk. Terpaksa deh, kita pada ngumpet di dekat Mabes.

Alhamdulillah…

Perkenalan lancar…Putz sempet tremor juga waktu naik ke stage bereng teman-teman Bingkel. Gak tau deh apa suara Putz kedengaran gemetar or gak waktu bilang, “Putri, A 2005!”. Yang penting semuanya berjalan lancar n rapi. Selanjutnya tinggal deg-degan nunggu acara sharing. Dag dig dug duer!!

Perkenalan n Sharing kelompok.

Ahamdulillah lagi ya Allah…

Semua lancar. Walau kita hanya dikasih waktu sebentar banget untuk perkenalan. Terpaksa deh mereka hanya aku tanya nama dan asal sekolah/instansi setelah sebelumnya aku memperkenalkan diri (sekali lagi) ke Maba kelompokku. Oh ya, nama kelompokku, Mercer. Diambil dari nama belakang Ramona T. Mercer, salah satu tokoh keperawatan yang menyumbangkan pemikirannya untuk teori-teori keperawatan. Teorinya sendiri lebih mengarah pada keperawatan maternitas. Tentang kebidanan gitu deh…Putz jelasin gitu aja ke Maba kelompok Mercer. Trus kita pemilihan ketua kelompok. Terus Putz tugasin mereka bikin slogan kelompok. Nah, slogan kelompokku: Mercer…Semangat! Semangat! Semangat! Daaaaan… teng! Waktu habis n para Bingkel yang cantik-cantik diminta keluar ruangan. Weeeeks…Kirang euy waktosna…

Penugasan

Bingkel disuruh masuk lagi ke ruangan, mendampingi Maba ngedengerin penugasan hari pertama. Awalnya Putz n teman-teman Bingkel yang lain duduk diam di pinggir bangku kelompok masing-masing. Setelah penugasan dibacakan, baru deh teman-teman Acara m’instruksikan Maba untuk bertanya ke Bingkelnya masing-masing. Putz sempet kesel juga waktu dengar salah satu Maba dari kelompok yang Putz bimbing malah ngegerutuin teman-teman acara yang bacain penugasan n banyak di antara mereka yang malah gak nulis penugasan! Yah, terpaksa deh Putz bacain sekali lagi satu-satu penugasan yang buanyak itu. Cape deh…Putz bilang aja sama mereka kalau nanti mereka harus nyatet sendiri penugasannya. Bingkel bukan untuk manjain Maba. Plis deh…

Awalnya berjalan lancar, sampai kita tau kalo ada diskoordinasi antara Bingkel, Acara, PDL n Komdis. Atribut yang harus Maba bawa untuk ospek Universitas gak jelas. Kata Bingkel, atribut ospek Universitas PDL yang tahu, kan mereka yang berhubungan dengan rektorat. Kata PDL, masalah atribut urusannya Bingkel. Acara bingung. Komdis yang bertugas meriksa penugasan mereka juga ikutan bingung. Akhirnya Komdis turun tangan, mereka nyetop Maba yang udah bersiap pulang untuk memperjelas atribut yang harus dipakai.

Ya Allah…Panitia semuanya jadi panik banget waktu itu…Banyak yang nangis waktu kita evaluasi. Tapi untungnya kita semua gak saling nyalahin, kita ambil hikmahnya aja. Ke depannya kita berusaha ningkatin koordinasi kita yang berantakan waktu TM.


Minggu, 26 Agustus 2007

Sehari sebelum hari H ospek Universitas di UNPAD Dipati Ukur

Panik! Panik! Baru dapat berita sore-sore kalau hari Senin besoknya semua panitia wajib hadir di DU sebelum jam 7 pagi! WTH!!!! Haloooo… Kita mau nginep di mana bow??? Kita kan di Jatinangor! Bis Damri paling pagi jam stengah enam, itu belum termasuk ngetem n macetnya. Biasanya aja DU-Jatinangor naik Damri butuh waktu sekitar 1 setengah or 2 jam! Mau nginep di mana juga bingung… Gak ada kenalan yang rumah or kosannya dekat DU yang bisa ditumpangi. Lagian gak bilang dari kemarin-kemarin. Kan hari Sabtunya udah ditentuin siapa-siapa aja yang mewakili panitia fakultas ke DU. Lagian Putz juga gak punya kerudung merah (dresscode). Untungnya besoknya kita dapet jarkom kalo semua gak perlu hadir. Yessss!!!


Senin, 27 Agustus 2007

PMB Universitas di UNPAD Dipati Ukur

Entahlah apa yang mereka lakukan di DU. Hihihi…Jahat banget yak??

Tapi itung-itung yang gak ikutan di DU bisa ngumpulin tenaga untuk PMB besoknya kan? sekalian siap-siap bantuin anak-anak Perlap nyiapin Aula yang mau dipake. Capek juga lho ngegotong-gotong kursi.

Malemnya semua panitia disuruh nginep di kampus. Duh! Putz udah punya firasat gak enak nih. Dan bener aja. Malem-malem semua panitia dimarah-marahin sama senior! Mereka bereho-eho ria nyalahin panitia. Mereka nyinggung-nyinggung masalah di TM kita yang menurut mereka ancur, berantakan, malu-maluin. Hampir semua panitia jadi down, beberapa malah nganjurin untuk bubarin kepanitiaan, ketua mundur aja, dll…Nangis-nangisan. Yah, pokonya suasanya jadi penuh emosi gitu. Tapi Putz mah lempeng aja deh. Habis ngantuk banget sih. Keluar air mata sih…tapi air mata ngantuk. Hihihi…Gak punya ati banget yak!

Tapi ujung-ujungnya sih seperti biasa, Cuma skenario para senior. Yah, skenario yang udah mengorbankan berliter-liter air mata panitia. Ketuanya aja nangisnya kenceng banget lho… padahal dia cowok! Ujung-ujungnya kita jadi saling kasih semangat untuk PMB besoknya sambil berpeluk-pelukan dan bertangis-tangisan ria.

Yes, we can! Smangat!

Hooooaaaaahmmm…ngantuk bo! Tapi baru tidur jam 1 pagi. Siap-siap tidur di lantai…


Selasa, 28 Agustus 2007

Holistic Hari Pertama

Bangun jam 3 pagi. Yah…Cuma tidur sekitar 2 jam. Gak nyenyak banget tidur di lantai. Dingin banget…Gak pake selimut lagi, hanya mengandalkan jaket yang Putz bawa n tas sebagai bantal. Cukup empuk juga lho, kerena isinya baju ganti.

Belum ngantri mandi. Lagi asyik-asyik ngantri (gak asyik sih sebenarnya…), eh, tau-tau airnya mati. Hue… masa gak mandi sih??? Bau dong pas tar ketemu Maba??? Tapi untungnya nyala lagi. Alhamdulillah…gak jadi bau…

Semua kamar mandi cewek penuh…untungnya jumlah panitia cowok kita hanya segelintir, jadi mereka cepet beres urusan mandinya, jadi cewek-cewek bisa make kamar mandi mereka, termasuk Putz. Eits, jangan bayangin kamar mandi yang bau n jorok yaph. Semua kamar mandi di FIK bersih n wangi. Ada pewangi ruangan otomatisnya soalnya. Yah, kampus kita agak berbau rumahsakit sebenernya.

Habis mandi, briefing sambil sarapan. Nyam nyam nyam…lapeeeeer…

Dasar panitia yang emang lagi tepar sempet-sempetnya tidur selagi nunggu Maba dateng. Kecuali yang Komdis n panitia yang ikut barikade. Setelah Maba dateng, siap-siap apel pagi. Masih ngantuk…

Alhamdulillah… apel lancar. Langkah bingkelnya matap euy, kompak! Tapi Mabanya itu lho… banyak banget yang ngelakuin kesalahan. Maba kelompokku juga. Wah, sorenya Komdis bakalan banyak kerjaan nih. Ngabisin suara mengeksekusi mereka di lapangan.

Setelah apel, para Komdis panitia yang gak tugas tepar semua. Mereka tidur rame-rame di Mabes setelah sebelumnya rame ngebahas pemeriksaan tugas sambil ketawa kenceng-kenceng. Para Bingkel juga tepar. Jadi Mabes isinya orang tidur semua. Dan anak PDL iseng banget fotoin yang lagi tidur. Putz juga kena tuh difoto sama Nene waktu lagi tidur.

Well, overall acara berjalan jauh lebih baik dari TM. Sesi haring asyik banget. Putz udah lebih rileks ngadepin kelompok Mercer. Mereka gampang dipancing ngomong ternyata. Putz jadi gak perlu banyak ngomong. Sesi debat mahasiswa rame pisan (Putz gak liat sih. Semua Bingkel ngumpul di Mabes. Tidur…hihihi…). Penugasan jauh lebih jelas dari TM dan Maba-Mabaku udah mau nyatet yang dibacakan anak-anak Acara.

Semua panitia bikin gerbong setelah acara eksekusi di lapangan n apel sore, untuk ngenterin Maba pulang. Gak terlalu sore sih…Tapi tetep aja, panitia kumpul untuk evaluasi sampe malem. Sambil makan es buah yang disiapin temen-temen Konsumsi. Konsumsi emang selalu dinanti, kaya slogan mereka.

Dan Alhamdulillah, kita gak harus nginep lagi malam itu. Jadi bisa tidur nyenyak di kasur sendiri n yang penting…pake selimut!

Oh ya, waktu kita pulang lagi gerhana bulan lho… Subhanallah… indah banget. Suasana di luar juga seperti malam lebaran. Dari Masjid ada suara takbiran. Wah, jadi kangen rumah nih. Dan malam itu kan juga bertepatan dengan malam Nifsu Sya’ban yah? Pergantian buku catatan amal manusia. Yah, mudah-mudahan kegiatan kita ini dihitung sebagai amal baik… Amiiin…Sayang banget Putz gak bisa puasa…


Rabu, 29 Agustus 2007

Holistic Hari Kedua

Berangkat dari kosan jam empat kurang. Kesiangan bo…baru bangun jam setengah empat. Buru-buru mandi, dandan seperlunya n langsung cabut. Lain-lainnya bisa dilanjutin di kampus. Sempet takut juga sih… jam 4 pagi gitu lho…pasti masih sepi banget. Eh, ternyata udah rame. Panitia-panitia ospek fakultas lain juga pada berangkat. Mang ojek juga udah ada. Fiuh…jadi gak perlu jalan kaki. Dari kosan ke kampus lumayan jauh lho…Thanks to Allah, Putz gak terlambat. Nyaris. Kurang satu menit sebelum jam empat. Males deh kalo kena hukuman gara-gara telat, bending n bayar iqob.

Btw, waktu keluar dari kosan liat langit… Bulannya lagi purnama penuh. Subhanallah… cantik banget. Putih lembut gitu sinarnya. Langitnya juga terang, bintangnya banyak. Jadi inget my dear Remus deh… hihihi… gak penting banget sih…

Hari kedua berarti Tour de FIK. Tugas Bingkel padet benget hari kedua. Mulai dari ngenterin Maba muter-muter FIK, ngasih tau setiap ruangan n apa fungsinya, belum lagi ngatasin kemacetan mendadak di koridor dibantu Komdis (banyak kelompok yang tournya bentrok soalnya bo!), dll… Pokonya hari itu puncak-puncaknya Bingkel kerja banyak. Pegel naik turun Mabes di lantai satu ke Aula di lantai tiga. Tapi seneng kerena Mabanya antusias banget.

Bingkel bareng Komdis juga meriksain buku harian Maba yang jadi penugasan. Lucu-lucu tuh… kebanyakan mereka ngomongin Komdis. Yang galak lah. Yang bikin kuping sakit lah. Trus ada yang nulis di buku hariannya kalau Komdis tuh calon perawan tua dan bujang lapuk. Hihihi… Macem-macem banget sih mereka…bikin Mabes geger dengan suara tawa.

Dan seperti biasa... Pulang malem.


Kamis, 30 Agustus 2007

Holistic Hari Ketiga

Telat lagi!!!!!! Kejadiannya kayak hari sebelumnya. Cape deeeeh…Ibarat masuk ke lubang yang sama dua kali! Bete deh…

Ada apa dengan hari ketiga??? Bingkel seperti terlupakan gitu. Paginya, Danlap lupa manggil Bingkel untuk ngabsen Maba sebelum apel pagi dan pemeriksaan tugas. Siangnya Acara lupa manggil Bingkel untuk ngedampingin Maba waktu pembacaan penugasan hari keempat. OMG…

Hari ketiga berarti hari perwalian. Bingkel ditambah beberapa panitia lain mendampingi Maba ketemu dosen wali masing-masing. Selesai Maba perwalian, gantian Putz yang perwalian deh. Belum perwalian sih…Teman-teman satu perwalian meninggalkan diriku semua. Hiks…Sedih…

Pulangnya lebih malem dari hari sebelumnya. Tepatnya jam sembilan malam. Bantuin Perlap nyiapin ruangan buat hari keempat n simulasi untuk upacara penutupan PMB. Gotong-gotong lursi lagi deh…Soalnya hari keempat acaranya banyak di luar n sekalinya masuk ke ruangan, gak pake kursi. Duduknya di lantai gitu.

Putz baru tau waktu evaluasi kalau anak-anak Acara dimarahin salah satu dosen di depan Maba. Ada yang nulis gitu di papan di Mabes sih, tapi awalnya Putz kurang ngeh juga sih. Duh, tu dosen… ngejatuhin wibawa panitia di depan Maba aja sih… Pantes aja anak-anak Acara flownya pada naik. Marah-marah gitu. Sabar ya, Teman…Kita kan teman seperjuangan… Semangat!


Jumat, 31 Agustus 2007

Holistic Hari Keempat

Mungkin ini hari terseru selama empat hari pelaksanaan Holistic. Hari terakhir n banyak banget kegiatan di luar ruangan. Hampir semuanya malah.

Pertama tentu aja pemeriksaan tugas. Trus langsung eksekusi, gak seperti tiga hari sebelumnya yang selalu sebelum apel sore. Setelah itu olahraga bareng Komdis. Bingkel gak ikutan sih, sibuk meriksain name tag Maba sebelum outbond n ngerekap kesalahan untuk leporan ke Komdis. Then, bebersih kampus. Kali ini Bingkel ngedampingin, tapi cuma sebentar, soalnya ngerekapnya belum pada selesai.

Dan yang paling seru tentu aja, OUTBOND! Suara Putz sampe abis teriak-teriak nyemangatin Maba-Mabaku, ngetur mereka supaya tetap tertib. Kami lewat jalur bawah. Ngelewatin Maba-Maba dari fakultas lain. Pos satu dan dua gak terlalu seru sih bagi Bingkel yang tugas. Maba-Maba ditugasin melobi panitia n bikin bangunan dari kardus, kalender n kertas lipat. Lucu juga…

Yang paling seru tentu aja pos tiga, pos Komdis di tanah merah. Bingkel udah dikasih tau sih kalau akan ada skenario Komdis bakal ngebentak Bingkel juga, tapi tetep aja Putz kaget setengah mampus waktu tiba-tiba cowok-cowok Komdis nongol sebelum waktunya n marah-marah, neriakkin Bingkel supaya keluar n nyuruh Maba lari ke lapangan merah.

Gak sampe hati juga ngeliat Maba yang panic lari tunggang langgang ke lapangan merah, dibentak-benatak sama Komdis. Ada salah satu Maba cowok yang jatuh terguling-guling waktu nurunin tebing. Untungnya tebingnya gak begitu tinggi, jadi dia gak papa. Yah, para Bingkel cuma bisa ngeliatin dari jauh Mabanya digituin sama Komdis. Terus tiba-tiba Komdis teriak lagi ke Bingkel, “BINGKEL KELUAR! BINGKEL JANGAN TERTAWA!” Kaget dong. Putz yang lagi duduk jongkok di bawah pohon kresem bareng Gigin sampe lompat gaya kodok saking kagetnya. Nene bareng Bingkel lain yang nonton, lari dengan tampang kaget gitu. Lucu banget… Akhirnya para Bingkel nunggu di dekat gerbang belakang kampus FIK, biar gak dibentak lagi sama Komdis.

Gak tau gimana... (padahal pingin liat para Komdis senyum ke Maba untuk pertama kalinya) akhirnya Maba dateng juga ke gerbang belakang. Siap-siap gabung ama Bingkelnya masing-masing. Muka mereka udah kucel marucel banget gitu. Malah ada yang masih bersimbah air mata. Terharu deh... Mereka pasti habis bertangis-tangisan sama Komdis. Putz juga dulu waktu ikutan Cerebri hari terakhir dipeluk sama komdis. Hueee.... Berkesan banget... setelah sebelumnya dibentak-bentak habis-habisan.

Games dimulai... Kita main tarik tambang. Wua... panitia lawan Maba kok pada kalah sih. Pasti para Maba ditambah dengan semangat balas dendam nih, jadinya menang. Hehehe... Acara makan barengnya juga rame banget. Wah, si Danlap jadi naik nih pasarannya. Heran, padahal kan bisa dibilang dia yang paling galak diantara para Komdis. Tapi banyak banget Maba cewek yang naksir. Mereka bilang Danlapnya cakep n berwibawa banget. hihihi... Belum tahu aja mereka gimana aslinya. Di Mabes aja ketawa melulu.. Bingkel juga panen nih. Banyak yang ngasih makanan. Tapi sayangnya diriku cuma kebagian sukro aja. hehehe... kasihan deh. Komdis tuh yang banyak dapet jarahannya. Terharu banget waktu Maba kelompok Mercer manggil Putz makan bareng. "Teh Putri.... Sini..."

Tapi hari keempat ini ada kecewanya juga sih. Roleplay yang udah kita siapin kurang berhasil ditampilin. Mungkin karena kurang persiapan, kesalahan teknis, keterbatasan waktu dan segala macem. Padahal babak awalnya udah lucu banget. Padahal Putz pengen banget ngeliat bagaian-bagian yang belum sempat ditampilkan, kaya Baginda, Jasmine, Robin Hood n Harry Potter. Padahal mereka udah pada dandan di back stage. Yang jadi Harry Potter udah siap dengan jaket kebalik n sapu ijuknya, Baginda udah siap make sorban, Jasmine udah didandanin cantik. Tapi berhubung waktu kurang, terpaksa di-cut. Cape deeeeh...

Sebelum pulang, ada acara salam-salaman sama Maba. Gigi Putz sampe kering kebanyakan senyum nih. Hihi.. Setelah capek salam-salaman, kita mecahin balon yang berisi tepung/bedak. Kebanyakan yang jadi korban tuh komdis. Ya iyalah... Maba banyak yang ngincer mereka. Belum puas dengan bedak? Masih ada air. Siram sana, siram sini. Semuanya jadi basah kuyup. Putz juga kebagian siraman air di punggung. Wah, padahal besoknya jas almamater masih dipake. Ada sesi foto-foto juga. Yang banyak dikerubuti tentu aja... Komdis, terutama Danlap. Mendadak beken gitu... Bingkel juga dings...


Sabtu, 1 September 2007

Student Day...

Acaranya anak-anak panitia PMB Universitas. Panitia fakultas juga diminta dateng, ya dateng deh... Acaranya awalnya banyak di lapangan. Panas, berdebu... Acaranya lebih ke perkenalan UKM (Unit Kegiata Mahasiswa), kayak Perisai Diri, Pramuka, UPMB, Lises, SAR, Paduan Suara Mahasiswa, Merpati Putih, dll. Juga perkenalan setiap fakultas. FIK juga ada lho... Ada bintang tamunya yang juga alumni UNPAD kaya Bang Ruhut Sitompul. Terus juga ada bintang tamu yang juga Maba di Unpad kaya Brinet Idol (FKG). Acara pembukaannya seru banget, setiap fakultas ngelepasin balon masing-masing. Lucu banget deh, ada balon yang gak mau terbang, ada yang nyangkut di pohon. Balon FIK terbangnya paling tinggi lho... Senangnya. Acara selanjutnya muter-muter ke stand setiap UKM. Penuhnya... kaya pasar

Alhamdulillah... Akhirnya selesai juga rangkaian acara PMB.

FIK 2007... We are one! We are one! We are wonderful!!!